+62 22 4231280 +62811 2001 005
Pengumuman Hasil Seleksi Administrasi Penerimaan Pegawai Kontrak
untuk dapat mengikuti proses selanjutnya di lihat pada link dibawah ini :
Pengumuman Penerimaan Tenaga Kontrak untuk Formasi Tenaga Radiografer
Persyaratan dan Mekanisme Pendaftaran dapat di lihat pada link dibawah ini :
Klik Link Disini
Idiopathic Chronic Hydrocephalus in Middle-age male with lower urinary tract symptoms, erectile dysfunction, gait disturbance, and papilledema
Aaron Tigor Sihombing a,*, Antonia Kartika b
ABSTRACT
This report describes a 44-year-old male with a rare case of idiopathic chronic hydrocephalus who came with complaints of intermittent lower urinary tract symptoms (LUTS), erectile dysfunction, gait disturbance, mental disorder, and papilledema. A detailed assessment of voiding dysfunction in the clinical presentation should be explored to find a surgically correctable cause.
Introduction
Hydrocephalus usually occurs at the extreme of age, in infant or elderly. Each of these age groups hydrocephalus has its syndrome characteristic. In infants with relatively non-rigid skull cranial expan- sion, hydrocephalus present with head enlargement and symptoms ranging from irritability to seizure. Different from hydrocephalus in infancy and elderly, symptoms of hydrocephalus in young and middle-aged adults are less commonly recognized. Generally, the clinical presentation of hydrocephalus of adults in this age range has been included in a cohort study of elderly patients with normal pressure hydrocephalus (NPH). Ninety three percent idiopathic normal pressure hydrocephalus (iNPH) patient has lower urinary tract symptoms (LUTS). Recognition of symptoms and confirmation of the diagnosis of hydrocephalus in this age group remain challenging for the medical professional since it can prevent loss in work performance and disability. We presented a case of a 44-year-old male with idiopathic chronic hydrocephalus with intermittent (LUTS), erec- tile dysfunction, and papilledema as presenting symptoms
A. Profil PPID
PMN Rumah Sakit Mata Cicendo
Visi : to be excellent eye care
Misi : Eye Care for Everyone Seeing Better World
Eye care : Memberikan pelayanan kesehatan mata;
For everyone: Pelayanan yang tidak diskriminatif, kepada seluruh warga masyarakat;
Seeing Better world: Melihat dunia dengan lebih baik
B. Organisasi PPID :
Struktur pengelola informasi dan dokumentasi di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung sebagai berikut:
C. Tugas Pokok dan Fungsi
Atasan PPID Pelaksana bertugas:
Dalam melaksanakan tugasnya Atasan PPID Pelaksana bertanggungiawab kepada PPID Utama (Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan).
PPID Pelaksana UPT bertugas:
Dalam melaksanakan tugasnya, PPID Pelaksana dibantu oleh:
Koordinator Pelayanan Informasi terdiri dari para Manajer yang dibantu Asisten Manajer masing-masing unit utama/UPT yang menangani tugas kehumasan.
Koordinator Pelayanan Informasi bertugas:
Dalam melaksanakan tugasnya, Koordinator Pelayanan Informasi dibantu oleh Asisten Manajer Hukum dan Humas dan petugas informasi sesuai dengan kebutuhan di unit kerjanya.
Koordinator Pelayanan Informasi bertanggungjawab kepada PPID Pelaksana UPT.
TATA CARA DAN PROSEDUR PEMOHON INFORMASI PUBLIK MENGAJUKAN PERMOHONAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK :
(Disarikan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Pengadilan, Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PPSIP) )
Untuk Pengajuan Permohonan Informasi dan Pengajuan Keberatan dapat melalui Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. atau Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya. yang ditujukan ke Direktur Utama PMN RS Mata Cicendo Bandung.
1. DAFTAR INFORMASI PUBLIK YANG BOLEH DIPUBLIKASIKAN
NO | DAFTAR INFORMASI |
1 | LAKIP |
2 | Laporan Kinerja Rumah Sakit |
3 | Kontrak Kinerja |
4 | Perjanjian Kinerja |
5 | Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit |
6 | Hasil Survey Kepuasan Pasien |
7 | Laporan Keuangan |
8 | Indikator Mutu Rumah Sakit |
9 | Maklumat Pelayanan Rumah Sakit |
10 | Indikator Kinerja Rumah Sakit |
11 | Rencana Kinerja Tahunan |
12 | Hak & Kewajiban Pasien & Rumah Sakit |
13 | Rekapitulasi Hibah Covid - 19 |
2. DAFTAR INFORMASI PUBLIK YANG DIKECUALIKAN
Daftar Informasi Publik yang dikecualikan : KLIK DISINI
Tatalaksana Visual Axis Opacification Pasca Operasi Katarak Anak
Nuzul Rianti, dr / Dr. dr. Irawati Irfani, SpM(K), MKes
Katarak merupakan penyebab 7,4%-15,3% kebutaan pada anak yang dapat dicegah. Insidensi katarak pada anak berkisar antara 1,8 sampai 3,6/10.000 per tahun dan prevalensinya antara 3 hingga 6/10.000 kelahiran hidup. Beberapa faktor spesifik pada anak seperti inflamasi pasca operasi yang lebih tinggi, pertambahan panjang aksial, kalkulasi kekuatan lensa intraokular (LIO), glaukoma sekunder, kekeruhan kapsul posterior, pembentukan membran, dan ambliopia dapat menghambat tajam penglihatan yang optimal pasca operasi katarak sehingga tatalaksana pasca operasi dilakukan dengan hati-hati dan jangka panjang.
Visual axis opacification (VAO), disebut juga kekeruhan kapsul posterior, merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca operasi katarak anak. Angka kejadian VAO mencapai hampir 100% setelah operasi katarak pada anak. Meskipun angka kejadian VAO dapat berkurang secara signifikan setelah dilakukan kapsulotomi posterior primer dengan vitrektomi anterior, insidensi VAO pada anak dibawah 1 tahun masih tinggi hingga 70,8%, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pemulihan fungsi visual pasca operasi pada anak. Penatalaksanaan VAO harus segera dilakukan untuk mengurangi kejadian ambliopia deprivatif.
Tatalaksana Disgenesis Segmen Anterior
Nadya Beatrix Yohanna Napitupulu, dr / dr. Mayasari Wahyu Kuntorini, SpM (K), MKes.
Disgenesis segmen anterior adalah sebuah spektrum kelainan yang mempengaruhi perkembangan segmen anterior mata yang meliputi kornea, iris, badan siliar, dan lensa yang jarang terjadi namun dapat mengancam penglihatan.
Malformasi atau kegagalan pembentukan segmen anterior bola mata terjadi saat proses organogenesis pada minggu ketiga hingga kedelapan kehamilan dapat dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan sehingga menyebabkan tidak lengkap atau tidak terbentuknya struktur bola mata. Disgnenesis segmen anterior mencakup antara lain embriotoxon posterior, sindroma Axenfeld-Rieger, Peters anomaly, sindroma Peters plus, glaukoma kongenital primer, aniridia, distrofi endotel herediter kongenital, distrofi posterior kornea polimorphus, sklerokornea, megalokornea, sindroma iridokornea endothelial, sindroma iridogoniodisgenesis, sindroma ektropion iris kongenital, dan keratokonus posterior.
Pengumuman Kelulusan Penerimaan Pegawai Kontrak TA 2021
Pengumuman Kelulusan Penerimaan Pegawai Kontrak TA 2021
Visi dan Misi Tahun 2025 - Tahun 2029
Visi
Rumah Sakit Bertaraf Level Asia yang Memiliki Pelayanan Mata Unggulan dengan Pertumbuhan Berkelanjutan
Misi